“Kalaupun ada esok yang Beta gaduhkan, tolong jangan lari bila Beta kucupkan dahi. Jangan longgarkan kemas kejap bila Beta merangkul tubuh dengan kasih. Tapi, merajuklah jika itu perlu untuk waktu-waktu itu”
“Kenapa?”
“Pelangi itu cuma gah indah andai mata kita-kita melihatnya dengan hati. Kalau kita-kita buta dengan warna, pelangi itu kosong-kosong saja, bukan”
”Maksudnya?”
”Bila ada sedikit getar amarah yang bertandang, berduyun susun jahat hati yang halus menusuri buat fikir luar sedar kita. Tanpa di jemput, ada benih-benih tanggapan yang membusuk dalam jiwa cinta kita. Kecik salah Beta akan menjadi besar. Dan besar salah beta akan menjadi petaka. Maka, jangan jauhkan rangkul kasih dan kucup mesra Beta; moga-moga itu mampu pejamkan busuk-busuk itu dari terus membau”
Tersenyum.
”Jangan marah itu dilayan bagai ratu yang meraja. Duga Maha Esa untuk kita-kita tempuh bersama kan? Dan bukan untuk dilarikan ia dengan tangis yang menghujan tanpa wujud pasangan disini. Takut-takut singa yang menganga di luar bisa terkam Permaisuri sebelum Permaisuri sempat membuka kelip mata yang sekejap itu”
Dan untuk itu, beta benar maksudkannya.
Benar-benar maksudkannya.
No comments:
Post a Comment